Jumat, 06 Desember 2013

SEPANJANG


Mentari memang terkadang membuat iri setiapmakhluk di bumi, bagaimana diabisa terus menerangi tanpa lelah meski harus tertutup awan hitam yang terkadang datang tiba-tiba. Seperti halnya hidup, terkadang ada bahagia dan ada kesedihan, tinggal bagaimana cara kita menikmati hidup karna memang takdir tlah tertuliskan. Namaku Rara, gadis biasa seperti yang lain tak banyak istimewa yang kumiliki. Aku memiliki rangtua yang sangat sibuk dengan pekerjaannya dan juga ketiga kakak yang tinggal jauh dariku untukmenyelesaikan kuliah masing-masing. Indahnya aku punya lima sahabat yang slalu menemaniku disaat suka dan duka.

Pagi ini seperti biasa, kudapati suasana rumah yang sepi, bisa dipastikan kalau Ayah dan Bunda sudah berangkat sedari tadi. Sudah dari kecil aku terbiasa tinggal sendirian dirumah, bahkan semakin aku menginjak dewasa seringkali Ayah dan Bunda pergi tanpa pesan kepadaku. Akupun tak mau ambil pusing dan bersiap berangkat kesekolah, setelah sarapan aku mengunci pintu rumah dan duduk ditaman rumah menunggu kelima sahabatku untuk berangkat sekolah bersama. Aku dan kelima sahabatku terbiasa naik angkot karena itu kami harus berangkat agak pagi karena kami harus jalan sekitar satu kilo meter menuju tempat  pangkalan angkot. Kami berjalan beriringan dihiasi canda tawa hingga tak terasa lelah yang kami rasa. Tiba digerbang sekolah aku berpisah dengan sahabatku, aku berlari menuju perpustakaan sekolah untuk mengembalikan buku yang jatuh tempo hari ini karena nanti siang aku akan ada banyak kegiatan jadi tak sempat ke perpustakaan. Tak sengaja aku menabrak seseorang karena aku terlau terburu-buru, aku meminta maaf tapi cowok ini hanya diam saja tanpa ekspresi apapun dan mendengar belberbunyi dia meninggalkanku begitu saja. Tiba-tiba kepalaku terasa sakit sekali, namun kuabaikan begitu saja. Sampai dikelas kulihat teman-temanku berlalu lalang menuju bangku masing-masing. Aku duduk dibangkuku paling belakang, berada tepat dibelakang Erma dan Fitri dua sahabatku yang kebetulan berada pada satu kelas dua tahun ini. Hari ini jam pertama adalah bahasa inggris, tugas kali ini adalah mengerjakan dipapan tulis dan menghafalkannya didepan kelas. Kini giliranku untuk maju menghafal didepan kelas namun Miss Laili menghentikan langkahku ketika aku hendak berdiri di depan papan tulis.
Rara, are you ok?” tanyanya padaku sambil mengusap pipiku dengan lembut.
“Yes, I’m fine miss. Why?“ aku heran dan malah bertanya balik pada Miss Laili.
“Ok, menghafallah sambil duduk,kau terlihat pucat sekali,apa kau belum sarapan?”  tanyanyakembali dan meminta temanku yang berada didepan memberikan bangkunya untuk aku pakai.
Aku baik-baik saja kok, dan saya juga telah sarapan, kalau belum mana mungkin saya bias menghafal secepat ini.” Candaku pada Miss Laili, suasana makin riuh dimana banyak teman yang menawarkanku untuk istirahat di UKS namun kutolak tawaran mereka karna aku memang baik-baik saja.

            Hari ini banyak sekali tugas yang harus kuselesaikan disekolah dan siangnya aku ada ekskul musik. Sahabat-sahabatku telah pulang duluan, dan sore itu aku pulang sendirian. Ditengah jalan kurasakan kepalaku kembali terasa sakit sekali, akupun mempercepat laju jalanku.untuk sampai dirumah. Sampai dirumah aku langsung merebahkan tubuhku diatas kasur sambil mengompres kepalaku dengan air hangat, Ternyata cukup lama aku tertidur, tak terasa sudah maghrib, kudengar ada yag mengetuk pintu suaranya dapat kukenali yaitu Mei, Nina, dan Himi. Kubuka pintu dan mempersilahkan mereka masuk. Mei langsung nyerocos ngalor ngidul ngelihat aku masih memakai pakaian seragam, kamipun langsung membekap mulutnya biar tak semakin menjadi. Tak berselang lama Erma dan Fitri menyusul datang kerumah membawa camilan untuk teman belajar kami. Akupun bergegas mandi dan membiarkan teman-temanku diruang tengah, kami sudah seperti keluarga hingga terasa dirumah sendiri ketika kami bermain dirumah masing-masing. Usai mandi tiba-tiba terasa ada sesuatu yang keluar dari hidungku, aku shock berat ketika melihat darah segar ditanganku. “Tuhan, apakah separah ini? Aku telah berusaha menganggap diriku baik-baik saja tapi jika semakin menjadi begini masih kuatkah aku mengahadapi ini semua??” gumamku dalam hati.  Aku bergegas membersihkannua ketika Himi masuk ke kamrku karma memang tak aku kunci. “Nih ada telfon dari Mbak Anggun.” Sembari memberikan handphoneku dan langsung meninggalkanku . Akpun ikut berkumpul dengan teman-temanku menyelesaikan tugas kami, Himi begitu penasaran kenapa Mbak Anggun menelfonku,karena memang jarang sekali kakak-kakakku menelfon ataupun hanya sekedar menayakan kabar. Kujawab saja, kalau dia tak pulang bulan ini karena ada janji dengan temannya,mungkin bulan depan. Kakaku memang jarang sekali pulang bahkan mungkn sebulan sekali kalau sempat. Aku tak mau terlalu membicarakan tentang keluargaku, dan sahabatku mengerti dan kamipun menyelesaikan tugas kami.

            Keesokan harinya aku tak berangkat sekolah, banyak tanya yang bermunculan tentang keadaanku hingga sahabat-sahabatkupun merasa khawatir dan coba menghubungiku namun tak jua dapat jawaban. Disebuah pedesaan aku menikmati alam yang masih perawan, sungguh indah apa yang telah Tuhan ciptakan. Kupandangi layer wallpaper hpku, disana kulihat keceriaan yang abadi dari sahabat-sahabatku, mereka yang tak pernah mementingkan keegoannya sendiri, kurasakan airmataku yang tak lagi bisa kubendung, tangan tua itu berusaha menenangkanku menghapus setiap airmata yang ada.
“ Semua akan baik-baik saja, dan kamu akan segera sembuh cantik,” Nasehatnya padaku
“Tapi nek, Rara sudah nggak sanggup lagi nek.” Cukup lama kami terdiam.
“ Nenek janji ya jangan kasih tau siapapun tentang hal ini termasuk Ayah Bunda, Mbak Anggun, Mas Raya dan Mas Ilbert. Janji ya nek.”ucapku sedikit memaksa tapiinilah yang kurasa terbaik. Nenek tak menjawab hanya memelukku erat dan menahan air matanya.

            Ternyata  cukup lama aku tak berangkat sekolah,dan hampir satu bulan tiada kabar yang kuberikan pada siapapun  kecuali Miss Laili yang selalu memantau keadaanku. Namun Miss Laili telah berjanji untuk tak menceritakan keadaanku ini pada siapapun termasuk para sahabatku. Hari itu Miss Laili tak konsen mengajar, apalagi setelah mendapat sebuah pesan singkat  “Dia telah tenang terlepas dari semua sakitnya dalam senyuman indah.”. Miss Laili tak sanggup menahan airmata sampai dia menangis didepan kelas,hingga membuat seisi kelas bingung, masih dalam keadaan menangis Miss Laili meninggalkan kelas yang kebetulan hari itu adalah kelasku, Erma dan Fitri tak luput dari rasa penasaran ditambah ada rasa mengganjalyang mereka rasakan melihat fotoku di wallpaper masing-masing. Tak berselang berapa lama semua murid satu sekolah dikumpulkan dilapangan, haru menyelimuti wajah guru mereka apalagi Miss Laili, Pak Afton mencoba tegar menyampaikan kabar yang terasa menyayat hati siapapun. “ Selamat pagi anak-anak dan juga dewan guru semua, hari ini kami membawa kabar duka dari siswi kita yang telah berjuang melawan penyakit Leukimia yang dia derita selama ini. Siswi berprestasi membanggakan yang harus berpulang terlau cepat.” Pak Afton menghentikan kata-katanya mencoba tak terbata-bata dan menangis, hal ini membuat semuanya semakin bertanya-tanya siapakah siswi itu. Degan helaan nafas panjang beliau melanjutkannya. “ Siswi itu bernama Rastaria Setia Rose atau biasa dipanggil Rara, siswi kelas XI B”. Seketika itu Mei, Nina, Erma, Hima dan Fitri seakan takpercaya mendengar nama itu disebut sampai-sampai Fitri harus dibopong ke UKS karna pingsan.
            Hari ini aku pulang dengan senyuman ditemani oleh Ayah, Bunda, Mbak Anggun, Mas Ilbert dan Mas Raya dan juga Nenek yang slalu setia. Hal ini yang slalu kuimpikan jalan beriringan dengan mereka, namun sayang karena keadaannya telah berbeda karena aku tak bisa merasakan kehangatannya kembali dan jauh berbeda. .Tangis mengiringi kedatanganku dalam sebuah tidur panjang yang abadi. Mei, Nina, Erma, Hima dan Fitri tak pernah lepas menatapku meski airmatanya terus membanjiri. Jika kalian mendengar teman, aku kini telah bahagia dalam sebuah tidur panjangku.