Mentari
memang terkadang membuat iri setiapmakhluk di bumi, bagaimana diabisa terus
menerangi tanpa lelah meski harus tertutup awan hitam yang terkadang datang
tiba-tiba. Seperti halnya hidup, terkadang ada bahagia dan ada kesedihan,
tinggal bagaimana cara kita menikmati hidup karna memang takdir tlah
tertuliskan. Namaku Rara, gadis biasa seperti yang lain tak banyak istimewa
yang kumiliki. Aku memiliki rangtua yang sangat sibuk dengan pekerjaannya dan
juga ketiga kakak yang tinggal jauh dariku untukmenyelesaikan kuliah
masing-masing. Indahnya aku punya lima
sahabat yang slalu menemaniku disaat suka dan duka.
Pagi
ini seperti biasa, kudapati suasana rumah yang sepi, bisa dipastikan kalau Ayah
dan Bunda sudah berangkat sedari tadi. Sudah dari kecil aku terbiasa tinggal
sendirian dirumah, bahkan semakin aku menginjak dewasa seringkali Ayah dan
Bunda pergi tanpa pesan kepadaku. Akupun tak mau ambil pusing dan bersiap
berangkat kesekolah, setelah sarapan aku mengunci pintu rumah dan duduk ditaman
rumah menunggu kelima sahabatku untuk berangkat sekolah bersama. Aku dan kelima
sahabatku terbiasa naik angkot karena itu kami harus berangkat agak pagi karena
kami harus jalan sekitar satu kilo meter menuju tempat pangkalan angkot. Kami berjalan beriringan
dihiasi canda tawa hingga tak terasa lelah yang kami rasa. Tiba digerbang
sekolah aku berpisah dengan sahabatku, aku berlari menuju perpustakaan sekolah
untuk mengembalikan buku yang jatuh tempo hari ini karena nanti siang aku akan
ada banyak kegiatan jadi tak sempat ke perpustakaan. Tak sengaja aku menabrak
seseorang karena aku terlau terburu-buru, aku meminta maaf tapi cowok ini hanya
diam saja tanpa ekspresi apapun dan mendengar belberbunyi dia meninggalkanku
begitu saja. Tiba-tiba kepalaku terasa sakit sekali, namun kuabaikan begitu
saja. Sampai dikelas kulihat teman-temanku berlalu lalang menuju bangku
masing-masing. Aku duduk dibangkuku paling belakang, berada tepat dibelakang
Erma dan Fitri dua sahabatku yang kebetulan berada pada satu kelas dua tahun
ini. Hari ini jam pertama adalah bahasa inggris, tugas kali ini adalah
mengerjakan dipapan tulis dan menghafalkannya didepan kelas. Kini giliranku
untuk maju menghafal didepan kelas namun Miss Laili menghentikan langkahku
ketika aku hendak berdiri di depan papan tulis.
“Rara, are you
ok?” tanyanya padaku sambil mengusap pipiku dengan lembut.
“Yes, I’m fine
miss. Why?“ aku heran dan malah bertanya balik pada Miss Laili.
“Ok,
menghafallah sambil duduk,kau terlihat pucat sekali,apa kau belum
sarapan?” tanyanyakembali dan meminta
temanku yang berada didepan memberikan bangkunya untuk aku pakai.
‘ Aku baik-baik
saja kok, dan saya juga telah sarapan, kalau belum mana mungkin saya bias
menghafal secepat ini.” Candaku pada Miss Laili, suasana makin riuh dimana
banyak teman yang menawarkanku untuk istirahat di UKS namun kutolak tawaran
mereka karna aku memang baik-baik saja.
Hari ini banyak sekali tugas yang
harus kuselesaikan disekolah dan siangnya aku ada ekskul musik.
Sahabat-sahabatku telah pulang duluan, dan sore itu aku pulang sendirian. Ditengah
jalan kurasakan kepalaku kembali terasa sakit sekali, akupun mempercepat laju
jalanku.untuk sampai dirumah. Sampai dirumah aku langsung merebahkan tubuhku
diatas kasur sambil mengompres kepalaku dengan air hangat, Ternyata cukup lama
aku tertidur, tak terasa sudah maghrib, kudengar ada yag mengetuk pintu
suaranya dapat kukenali yaitu Mei, Nina, dan Himi. Kubuka pintu dan
mempersilahkan mereka masuk. Mei langsung nyerocos ngalor ngidul ngelihat aku
masih memakai pakaian seragam, kamipun langsung membekap mulutnya biar tak
semakin menjadi. Tak berselang lama Erma dan Fitri menyusul datang kerumah
membawa camilan untuk teman belajar kami. Akupun bergegas mandi dan membiarkan
teman-temanku diruang tengah, kami sudah seperti keluarga hingga terasa dirumah
sendiri ketika kami bermain dirumah masing-masing. Usai mandi tiba-tiba terasa
ada sesuatu yang keluar dari hidungku, aku shock berat ketika melihat darah
segar ditanganku. “Tuhan, apakah separah ini? Aku telah berusaha menganggap
diriku baik-baik saja tapi jika semakin menjadi begini masih kuatkah aku
mengahadapi ini semua??” gumamku dalam hati. Aku bergegas membersihkannua ketika Himi masuk
ke kamrku karma memang tak aku kunci. “Nih ada telfon dari Mbak Anggun.”
Sembari memberikan handphoneku dan
langsung meninggalkanku . Akpun ikut berkumpul dengan teman-temanku
menyelesaikan tugas kami, Himi begitu penasaran kenapa Mbak Anggun
menelfonku,karena memang jarang sekali kakak-kakakku menelfon ataupun hanya
sekedar menayakan kabar. Kujawab saja, kalau dia tak pulang bulan ini karena
ada janji dengan temannya,mungkin bulan depan. Kakaku memang jarang sekali
pulang bahkan mungkn sebulan sekali kalau sempat. Aku tak mau terlalu
membicarakan tentang keluargaku, dan sahabatku mengerti dan kamipun
menyelesaikan tugas kami.
Keesokan harinya aku tak berangkat
sekolah, banyak tanya yang bermunculan tentang keadaanku hingga
sahabat-sahabatkupun merasa khawatir dan coba menghubungiku namun tak jua dapat
jawaban. Disebuah pedesaan aku menikmati alam yang masih perawan, sungguh indah
apa yang telah Tuhan ciptakan. Kupandangi layer wallpaper hpku, disana kulihat
keceriaan yang abadi dari sahabat-sahabatku, mereka yang tak pernah
mementingkan keegoannya sendiri, kurasakan airmataku yang tak lagi bisa kubendung,
tangan tua itu berusaha menenangkanku menghapus setiap airmata yang ada.
“ Semua akan
baik-baik saja, dan kamu akan segera sembuh cantik,” Nasehatnya padaku
“Tapi nek, Rara
sudah nggak sanggup lagi nek.” Cukup lama kami terdiam.
“ Nenek janji ya
jangan kasih tau siapapun tentang hal ini termasuk Ayah Bunda, Mbak Anggun, Mas
Raya dan Mas Ilbert. Janji ya nek.”ucapku sedikit memaksa tapiinilah yang
kurasa terbaik. Nenek tak menjawab hanya memelukku erat dan menahan air
matanya.
Ternyata cukup lama aku tak berangkat sekolah,dan
hampir satu bulan tiada kabar yang kuberikan pada siapapun kecuali Miss Laili yang selalu memantau
keadaanku. Namun Miss Laili telah berjanji untuk tak menceritakan keadaanku ini
pada siapapun termasuk para sahabatku. Hari itu Miss Laili tak konsen mengajar,
apalagi setelah mendapat sebuah pesan singkat
“Dia telah tenang terlepas dari
semua sakitnya dalam senyuman indah.”. Miss Laili tak sanggup menahan
airmata sampai dia menangis didepan kelas,hingga membuat seisi kelas bingung,
masih dalam keadaan menangis Miss Laili meninggalkan kelas yang kebetulan hari
itu adalah kelasku, Erma dan Fitri tak luput dari rasa penasaran ditambah ada
rasa mengganjalyang mereka rasakan melihat fotoku di wallpaper masing-masing. Tak
berselang berapa lama semua murid satu sekolah dikumpulkan dilapangan, haru
menyelimuti wajah guru mereka apalagi Miss Laili, Pak Afton mencoba tegar
menyampaikan kabar yang terasa menyayat hati siapapun. “ Selamat pagi anak-anak
dan juga dewan guru semua, hari ini kami membawa kabar duka dari siswi kita yang
telah berjuang melawan penyakit Leukimia yang dia derita selama ini. Siswi
berprestasi membanggakan yang harus berpulang terlau cepat.” Pak Afton
menghentikan kata-katanya mencoba tak terbata-bata dan menangis, hal ini
membuat semuanya semakin bertanya-tanya siapakah siswi itu. Degan helaan nafas
panjang beliau melanjutkannya. “ Siswi itu bernama Rastaria Setia Rose atau
biasa dipanggil Rara, siswi kelas XI B”. Seketika itu Mei, Nina, Erma, Hima dan
Fitri seakan takpercaya mendengar nama itu disebut sampai-sampai Fitri harus
dibopong ke UKS karna pingsan.
Hari ini aku pulang dengan senyuman
ditemani oleh Ayah, Bunda, Mbak Anggun, Mas Ilbert dan Mas Raya dan juga Nenek
yang slalu setia. Hal ini yang slalu kuimpikan jalan beriringan dengan mereka,
namun sayang karena keadaannya telah berbeda karena aku tak bisa merasakan
kehangatannya kembali dan jauh berbeda. .Tangis mengiringi kedatanganku dalam
sebuah tidur panjang yang abadi. Mei, Nina, Erma, Hima dan Fitri tak pernah
lepas menatapku meski airmatanya terus membanjiri. Jika kalian mendengar teman, aku kini telah bahagia dalam sebuah tidur panjangku.