Senin, 12 Januari 2015

Tak Terucap

Layar bergerak yang menampilkan adegan lucu para komedian lokal itu menyembunyikan lelahnya, usia senja dengan kesendirian tanpa sosok setia yang terenggut takdir kepergian dengan damai. Dia bertambah insom, dimana harusnya malam bisa ia jadikan waktu istirahat namun dia berkilah belum ngantuk. Padahal jelas ada lelah di sudut matanya, menyiratkan rindu dan penyesalan akut namun enggan terucap takut salah.

Masa dulu nya bukanlah hal indah yang enak di ingat, banyak uraian air mata dari yang menyayanginya terlebih sang pendamping setia nya. Aku ingat dengan jelas cerita di balik penyatuan mereka menjadi pendamping seumur hidup. Pria yang dulu muda itu meminang wanita nya langsung pada sang wali yaitu kedua orang tuanya tanpa peduli bahwa sang wanita dulu tlah memiliki pujaan lain, namun atas permohonan sang orang tua wanita itu menerimanya. Dari cerita tersebut aku tahu betul betapa pria ini mencinta wanita nya meski tanpa pernah ada ucapan, dan likuan jalan hidup sang pria yang sempat tenggelam jauh dari kata baik.

Puluhan tahun sang wanita nya berjuang membawanya kembali pada indah dunia yang sebenarnya, bukan hanya kesenangan sesaat yang menimbulkan penyesalan tak terbendung. Tak pernah ada kata lelah bagi sang wanita meski sering kali dia harus turut terluka akibat arus itu, semangatnya demi sebuah kedamaian dimasa tua bersama anak cucu yang slalu di impikan. Dari perjuangan wanita itu aku tahu secara perlahan rasa cinta itu muncul meski sering kali dia mengabaikan.

Kini sang pria senja itu telah kembali pada jalurnya meski belum sepenuhnya sempurna karena yang sempurna itu hanyalah Tuhan. Betapa bahagianya sang wanita melihat segala usaha dan rapalan doa ditengah malam tersaji di depan mata nya, haru nya tiada terkira dimana hal yang terasa mustahil kini nyata adanya. Syukur tiada henti dia panjatkan pada sang pemilik keajaiban yang Maha Sempurna. Hatinya lega meski tahu dia tak akan bisa mengharap kucuran keringat sang pria untuk mendapat sesuap nasi bagi keluarganua, yang terpenting pria nya kembali baik dan mau berusaha meski sering gagal tapi tak apa baginya.

Sayangnya rasa bahagia itu ternikmati hanya sementara waktu tak sepanjang waktunya berjuang, wanitanya jatuh sakit dalam diam yang selama ini disembunyikan hanya ingin semua orang tahu dia adalah wanita kuat bukan lemah. Kini ganti sang pria yang berjuang merawat wanitanya dengan kasih yang dia miliki, segenap perhatian tercurah tak ingin sakit sang wanita bersarang terlalu lama dan turut menghancurkan rasa yang dia miliki.

Setahun pria itu tak henti menyematkan doa yang sama untuk kesembuhan sang istri, segala perawat sebisa mungkin dia atasi sendiri. Sedikit demi sedikit wanita nya pulih meski tak sempurna, berada disampingnya adalah sebuah keharusan meski terdengar perdebatan di antara mereka. Seolah ingin menebus semua rasa bersalahnya sang pria makin tekun beribadah pada sang Pencipta, ingin rasa hatinya mengubah jalan hidupnya dimasa lalu.

Aku melihat pancaran cinta yang saling bertaut saat dimana sang wanita nya berjuanh di akhir hidupnya tak henti sang pria menggenggam erat tangan hangat itu tak ingin beranjak sedikitpun, dituntunnya lewat doa keselamatan dunia akhirat hingga mata teduh itu tertutup rapat pergi untuk menunggunya di tempat keabadian. Air matanya luruh dalam diam dikecupnya kening yang mulai menua, air mata yang selama hidupnya tertahan begitu saja tapi tak bisa dengan hari ini.

Cinta kasih mereka tak pernah terucap sekalipun hanya canda, tapi didalam hati masing-masing tak perlu diragukan betapa tulus. Karena bisa dilihat dari bagaimana mereka saling memperjuangkan satu sama lain. Sang wanita kini tugas berjuangnya telah usai, tinggal sang pria berjuang untuk setia dalam segala hal terlebih pada jalan kembalinya pada sang Pencipta meski tanpa didampingi sang wanita.

Senin, 05 Januari 2015

Landasan Keyakinan Hati

Beranjak dengan gontai, amarahnya bergemuruh dari titik tersembunyi jiwanya. Aku masih tak habis fikir dengan respon teman lama ku ini, harusnya dia menghampiri apa yang telah dia lihat dengan sangat nyata dan bisa ku pastikan mampu merobek dinding hati yang di bangunnya seumur hidup. Dia memilih beranjak pergi tanpa sekalipun menatap pandangan suram itu, aku semakin di buatnya bingung tentang apa yang sebenarnya dia rasakan atau apa mungkin dia sudah mati rasa akibat dari sikap dingin yang slalu dia tunjukkan?

Aku mengejar nya yang berjalan keluar cafe, menyusuri jalanan kota di bawah sinar rembulan yang harusnya terasa nyaman di dekap. Ku cekal tangan kekarnya hingga langkahnya tak lagi berjalan, menoleh pada ku dengan senyuman seolah tanpa beban tapi aku gahu ada luka dibaliknya meski tak tahu sebesar apa kobaran luka itu. Alis matanya terangkat sebelah melihat ku yang masih diam mencari-cari sesuatu dibalik jiwa nya.

"Aku baik, Ra. Tak usah khawatir seperti itu." ucapnya lirih masih dengan senyuman itu
"Kau tak baik Sam, katakan pada ku apa yang kau rasakan. Siapa tahu aku bisa sedikit meringankan beban mu." Aku sungguh tak tega melihat tatapan sahabat baik ku ini.
"Ini hari terbaik dalam 7 bulan ku,  Ra. Aku sudah tahu akan seperti ini." tangannya mengelus lengan ku menenangkan, harusnya aku yang menenangkannya bukan seperti ini.
"Maksud mu? Kau sudah lama tahu bahwa kekasih mu jalan mesra dengan pria lain dan kau hanya diam? Sebodoh apa sih Sam selama ini.?!" kudengar helaan nafas berat.

Sam mengajak ku duduk di bangku taman tak jauh dari cafe tempat kami tadi merencanakan temu kangen setelah setahun tak bertemu tapi gagal karena kejadian tak terduga. Matanya menatap jutaan bahkan milyaran bintang yang bersanding dengan samg dewi malam, indah nya mendamaikan. Aku masih menunggunya berbicara, aku  benar tak tega melihat keadaannya. Kenapa ada yang masih tega meremukkan hatinya setelah gadis bodoh di masa lalunya. Aku tahu betul nagaimana dia berjuang di masa itu meski harus bangkit dengan membawa tembok dingin yang tak bisa tersentuh.

"Kali ini kau boleh tertawa atau memaki diri ku bodoh tapi jangan sekalipun menatap kasihan padaku. Kau janji Ra?" Aku mengangguk mantap tanpa menoleh padanya.
"Aku janji, sudah cepatlah cerita jangan buat aku mati penasaran." kudengar dia terkekeh pelan mendengar ucapan ku.
"Kau masih saja tak sabaran, oh betapa malang nasib Rayhan mendekam di hatimu." tawanya meledak tak terkira membuatku mendelik kesal kepada Sammy Argadinan, sahabat paling menyebalkan sekaligus perhatian pada ku.
Mau tak mau dia menghentikan tawanya, mengatur nafas dan mulai bercerita.

,,............................................

Sembilan bulan berlalu.

Kulihat dua sosok pria yang kusayangi layaknyaa aku menyayangi ayah dan saudara lelaki ku, sosok yang slalu memberikan warna padaku di tengah kabut yang selama ini mereka pendam. Aku teringat malam sembilan bulan yang lalu, dimana salah satu sosok malaikat ku menangis mencoba menghapus bebannya sendiri.

"Awal hubungan aku dan Naya adalah salah, terlihat mengagumkan di mata orang lain tapi menyertkan luka terlebih Naya. Aku menyakitinya karena tak kunjung bisa sembuh dari luka padahal dia telah melakukan apapun untuk ku, bahkan setia yang diberikannya tak sanggup meluluhkan, jika saat ini dia menyerah itu jauh lebih baik karena aku tak akan lagi menyakiti dengan ego ku." Hening cukup lama aku tak habis fikir dengan perjuangan mereka yang tak bertitik pada ujung yang sama, Sam menatapku kami saling bertatap. "Tapi waktu yang dia pilih sunnguh diluar mau ku." ucapannya membuat alis ku bertaut tak bisa mencerna maksud kalimatnya. "Naya pergi disaat aku berhasil mencintainya." sambungan kalimatnya membuatku mendesah sebal lalu tertawa hambar. Sesulit itu kah kisah sahabat ku ini?

Ku seka air mata yang coba menetes di pelupuk mata ku tiap mengingat kejadian itu, aku sudah berjanji tak akan mengasihinya. Sam kalah disaat akan memulai, Sam berhenti sebelum benar-benar melangkah, cinta nya tulus tak memaksa untuk itu di merelakan cinta yang kuncup itu layu bahkan se elum mekar. Hatinya hanya perlu berpindah bukan meratapi penyesalan yang tak akan pernah ada ujung, dia berjuang kembali mencoba jalanan lain dan bertemu orang yang berbeda. Dinding dingin milik Sam kini tlah mencair oleh hangatnya kasih Melati, kisah baru nya yang berhasil membawanya selangkah sejajar dengan aku dan Rayhan. Meski baru 4 bulan menyatakan kepercayaan tuk saling memiliki tapi keyakinan mereka tak di sia-sia kan oleh Sam maka dari itu dengan mantap di ajaknya Melati melangkah pada jalan halal tanpa ragu belajar bersama.

Kamis, 01 Januari 2015

Pijakan Baru

Sedetik lalu gerbang tinggi ini masih terbuka lebar sampai akhirnya aku loncat untuk tak lagi tertinggal, karena sang juru telah mendengar denting tetap untuk menutupnya rapat. Selanjutnya aku berjalan melintasi lorong yang bukan lagi bernama tujuan tapi kepastian, karena akan terlihat sangat bodoh jika membiarkannya terus jadi tujuan padahal aku hafal betul jalannya tanpa tersesat.

Di balik tiap pintu terdengar riuh suara berbeda, ada suka, bahagia, kesedihan, tangis sampai jeritan pilu memekakan telinga. Ada gusar tiap kali kaki melangkah, akan apakah yang bisa kudapat di balik pintu ku nanti? Aku  merapal doa khusyuk bahwa aku sepenuhnya percaya pada takdir tak pernah menyiksa, hanya saja bagaimana aku lapang menerimanya. Tuhan, kau lebih tau segalanya maka itu Kaulah yang akan paling berhak atas terkabulnya doa.

Perlahan aku mendekat, ada gusar dalam diam. Detak jantungku riuh bergemuruh memisah damai, aku mencoba tenang. Telah ada ribuan pintu yang sebelumnya ku lewati dan itu meski tak mudah tapi percaya ku pada Tuhan menghantarkan pada apa yang kini bisa kurengkuh dengan nikmat.

Dengan percaya aku berjalan semakin dekat, membuka pintu baru bernama kepastian. Perlahan tak menimbulkan bising atau kegaduhan kusibak penghalang nyata itu, terpejam sejenak
 Lalu ku buka mata halus, sinarnya mulai menyilau dan senyuman kubingkai mantap. Aku siap berpijak pada pijakan baru bermodal rasa percaya.