Kamis, 01 Januari 2015

Pijakan Baru

Sedetik lalu gerbang tinggi ini masih terbuka lebar sampai akhirnya aku loncat untuk tak lagi tertinggal, karena sang juru telah mendengar denting tetap untuk menutupnya rapat. Selanjutnya aku berjalan melintasi lorong yang bukan lagi bernama tujuan tapi kepastian, karena akan terlihat sangat bodoh jika membiarkannya terus jadi tujuan padahal aku hafal betul jalannya tanpa tersesat.

Di balik tiap pintu terdengar riuh suara berbeda, ada suka, bahagia, kesedihan, tangis sampai jeritan pilu memekakan telinga. Ada gusar tiap kali kaki melangkah, akan apakah yang bisa kudapat di balik pintu ku nanti? Aku  merapal doa khusyuk bahwa aku sepenuhnya percaya pada takdir tak pernah menyiksa, hanya saja bagaimana aku lapang menerimanya. Tuhan, kau lebih tau segalanya maka itu Kaulah yang akan paling berhak atas terkabulnya doa.

Perlahan aku mendekat, ada gusar dalam diam. Detak jantungku riuh bergemuruh memisah damai, aku mencoba tenang. Telah ada ribuan pintu yang sebelumnya ku lewati dan itu meski tak mudah tapi percaya ku pada Tuhan menghantarkan pada apa yang kini bisa kurengkuh dengan nikmat.

Dengan percaya aku berjalan semakin dekat, membuka pintu baru bernama kepastian. Perlahan tak menimbulkan bising atau kegaduhan kusibak penghalang nyata itu, terpejam sejenak
 Lalu ku buka mata halus, sinarnya mulai menyilau dan senyuman kubingkai mantap. Aku siap berpijak pada pijakan baru bermodal rasa percaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar