Minggu, 14 Desember 2014

Senyuman Indah

Seulas senyumnya masih terlintas dalam koridor khayal ku, indah. Tak banyak memang, namun cukup melelehkan hati yang telah jatuh ini terhadap sosoknya. Pujian serta sanjungan tak hentinya bergumam dalam sanubari, me damaikan kerinduan.

Hari ini aku seolah ingin kembali pada hari itu, hari dimana aku bisa melihat senyuman indah itu meski dari kejauhan dari balik punggung seorang tak ku kenal yang tengah asyik bergurau dengan mu. Aku sungguh terlihat seperti seekor kucing yang mengintai ikan di dapur.

Sayangnya, hari itu tak lekas datang kembali meski aku duduk di tempat yang sama selama 3 minggu terakhir. Sepertinya aku harus terbangun, membereskan pekerjaan di dunia nyata ku ketimbang sibuk dengan khayalan tentang sosokmu pemilik senyuman indah.

Aku berserah pada takdir, itu lah mengapa tanpa sengaja ada yang mendorong hati ku untuk melangkah ketempat ini kembali setelah 5 bulan aku melupakan kenangan apa yang pernah ku nanti kan disini. Tak banyak berubah, hanya semakin ramai apalagi di jam pulang sekolah seperti ini.

Ternyata sudah satu jam aku duduk disini berteman secangkir coklat panas dan novel romantis kegemaranku. Dan kurasa aku kembali berkhayal seperti beberapa bulan silam saat aku duduk disini melihatsenyuman sosok itu. Tapi kurasa khayalan ini semakin liar karna sosok itu berada tepat di bangku depan yang masih satu meja denganku.

Sepertinya aku butuh istirahat, mungkin juga efek deadline satu minggu ini membuat ku lelah, dan berfantasi salah seperti saat ini. Ku masukkan novel ku ke dalam tas dan beranjak menuju kasir, namun cekalan tangan di lenganku menhentikan langkah. Aku merasa semakin gila dalam khayalan.

"Harusnya aku tadi nggak kesini." ucap ku tanpa sadar. Ku dengar deheman halus dari sosok yang mencekal lenganku
 "Tuh kan, yang ada otak aku makin kacau kepikiran lagi." tambah ku dengan kesal. Sosok di depanku menyentakku duduk kembali, menatapku penuh tanya. "Maaf apabila mengganggu, nona. Boleh saya berkenalan dengan anda?" ucap nya dengan sopan. "Apa aku sedang bermimpi?" tanya ku semakin bingung. Sosok pria itu malah tertawa pelan membuat ku jengkel. "Hei, apa lucu membiarkan orang semakin bingung?"

Sejak hari kebingungan ku, aku dan kau mulai sering bertemu di tempat ini yang ternyata adalah cafe milik mu. Rainaldo Martin, sosok yang pernah membuatku seperti seorang pengintai hanya karena senyuman indahnya. Dan kini masih sulit ku percaya, aku bisa memandangimu dari dekat bahkan bercanda layaknya teman lama. Seperti malam ini sepulang dari kantor aku mampir ke cafe mu.

"Beberapa bulan lalu ku lihat kau sering datang kesini terus kau tak muncul lagi setelahnya. Sepertinya kau menunggu seseorang, siapa?" tanya mu yang membuat ku tercengang, tak mungkin kalau aku mengatakan bahwa aku menunggunya kan?. "Hm..bagaimana kau tahu?" aku tak punya pilihan lain selain balik bertanya. Ku lihat kau mengusap tengkuk mu, tersenyum gugup. "Maaf, aku memperhatikan mu saat beberapa kali kau datang kemari. Ku rasa aku tertarik dengan mu, Ra."

Pernyataan mu malam itu membuatku terkaget sekaligus merasa senang, ku rasa aku benar-benar larut dalam mimpi sejak bertemu dengan sosok Rain pertama kali bahkan sampai saat ini. Kini kau bahkan mulai berani mengajak ku jalan, bukan lagi hanya sekedar duduk bercanda berdua di bangku cafe. "Kau tahu Ra, kau itu seperti pelangi." Aku menyerngit bingung. "Karna kau memebuat hitam putih hidup ku jadi mulai berwarna." Lanjutmu dengan senyuman indah mu. Aku tertawa mendengan ucapan mu yang ku artikan candaan itu. "Siapa yang mengajari mu menggombal seperti itu, Rain?" tanya ku di sela tawa ku. Kau meraih kedua tangan ku dalam genggamanmu, membuatku menghentikan tawaku. "Aku serius, Ra. Be my mine, please." Tatapan mata mu mengunci pandangan ku, refleks aku mengangguk menuruti hati ku tanpa sanggup berucap. Selang itu kau merengkuh ku ke dalam dekapanmu, hangat.

Kegilaanku menjadi penguntit waktu itu ternyata tak aku sendiri yang melakukan, karena kau pun melakukan hal yang sama seperti ku. Dan ternyata dari kegilaan karena senyuman indah itu membuncahkan bahagia yang tak terhingga saat kau memintakua menjadi teman hidup seorang Rainaldo Martin.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar